Jumat, 20 April 2012

Fase Hukum Islam

berbicara hukum sudah tentu persoalan aturan-aturan yang menjadi pedoman aturan bagi institusi ataupun lembaga yang memiliki garis hukum atau berbadan hukum.

lalu bagaimana dengan hukum islam?
hukum islam sering disebut dengan syari'at, itu pun tidak jauh beda dengan model hukum lainnya yang berisikan qanun (aturan-aturan). tujuan hukum adalah kemaslahatan, seperti halnya hukum islam.
namun hukum islam lebih unggul dibanding hukum yang lainnya. jika hukum yang lain seperti hukum positif adalah hasil ataupun tercipta dari ideologi manusia, sedangkan Syari'at (hukum islam) adalah hukum yang diadopsi dari Al Qur'an. sedangkan Al Qur'an merupakan Firman Allah SWT dan merupakan sumber dari hukum islam. sehingga Syari'at merupakan Hukum Allah yang sudah pasti kebenarannya dan kebijakannya. sebab kebenaran hanyalah milik Allah SWT. sebagaimana dalam Al Qur'an Allah berfirman :
 الحق من ربك فلا تكونن من الممترين
Artinya : kebenaran itu hanyalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu (Al Baqarah ayat 147)

bahwasannya kebenaran yang hakiki hanyalah milik Allah. kebenaran bagi manusia ataupun kebenaran ilmiah adalah relatif. kembali lagi persoalan hukum islam. dalam prosesnya hukum islam terbagi menjadi tiga fase, yaitu :
  1. Marhalah Tausifiyah (fase Deskriptif) adalah fase penjelasan dimana hukum yang tumbuh dan berlaku  dimasyarakat dibandingkan dengan hukum islam. bagaimana kesesuaiannya dengan hukum islam. artinya adanya penjelasan hukum yang berlaku dalam masyarakat di serasikan dengan hukum islam. ini merupakan langkah awal, sebab hukum islam tidak bisa masuk hanya dengan langsung menerapkan semua hukum islam. namun kesesuaian dibutuhkan dimana tujuan hukum islam adalah mmencapai kemaslahatan bagi para penganutnya. sehingga keserasian perlu ditanamkan terlebih dahulu.
  2. Marhalah Isti'arah (fase Pengadopsian) adalah fase ataupun tingkatan setelah fase desktiptif dimana dalam fase deskriptif hukum yang ada dimasyarakat diperkenalkan dengan hukum islam. jika dalam fase pengadopsian adalah mencoba mengadopsi hukum yang berlaku dalam masyarakat diadopsi oleh hukum islam. namun hanya hukum yang layak diadopsi saja yang diambil, sebab banyak hukum yang bertentangan pula dengan hukum islam. oleh sebab itu hukum islam sebenarnya tidak semuanya mutlak dari Al Qur'an, namun sebagian ada dari hukum masyarakat yang di relasikan dengan hukum-hukum yang ada dalam al  Quran sehingga tidak ada distorsi dalam perihal hukum dan aturannya. demikianlah dikatakan dalam kaidah fiqh : Al 'Aadah Muhakkamah (kebiasaan dapat dijadikan hukum).
  3. Marhalah Istimbatiyah (fase penyimpulan) adalah fase terakhir diantara fase-fase yang lainnya, merupakan fase pengumpulan hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat dengan hukum islam yang kemudian ditarik kesimpulan dari hasil kolektifitas hukum-hukum parsial tersebut. sehingga terciptalah hukum islam yang kemudian berlaku dimasyarakat.
tiga fase diatas merupakan fase yang tak bisa dirubah posisinya. sebab tersusun dalam aturan sehingga tidak dibenarkan mendahulukan fase penyimpulan kemudian mengakhirkan fase deskriptif. dalam istilah lain adalah susunan yang komprehensif. dan dengan cara itulah, islam mampu tersebar keseluruh dunia disebabkan karena masuk melalui budaya sehingga sesuai dengan kondisi manusia. dan tak ada kekerasan dalam perluasannya.
dikatakan dalam sebuah tulisan islam adalah "sholih likulli zaman wal makan" artinya islam itu selalu selaras dengan kondisi zaman dan tempat. inilah yang dikatakan bahwa islam adalah rahmatan lil alamin. bukan hanya orang konglomerat atau kalangan bawah  saja yang masuk islam, namun semua kalangan. sebab hukum islam adalah hukum yang memanusiakan manusia. 
oleh sebab itu, saudara saudariku mari kita munculkan kembali pokok nilai-nilai hukum islam. agar kita menjadi sadar bahwa hukum islam adalah hukum yang selalu selaras dan terbukti membawa peradaban manusia yang lebih baik. umat islam mengalami kemunduran lantaran mereka tidak paham dan lari dari ajaran agamanya. maka mari  kita kembali kepada aturan dan ajaran Allah SWT dan yang disyaratkan oleh RasulNya yaitu Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Wallahu a'alam Bis Shawab


Ditulis Oleh : Ahmad Subekti
Mahasiswa Hukum Islam Fakultas Agama Islam



Kamis, 05 April 2012

4 Macam kafir menurut tafsir nurul bayan


  1. Kafir Asli, Kafir yang sama sekali tidak percaya akan adanya Allah, baik dari segi zahir dan batin seperti Raja Namrud dan Firaun.
  2. Kafir jumud (ertinya membantah). Orang kafir jumud ini pada hatinya (pemikirannya) mengakui akan adanya Allah TAPI tidak mengakui dengan lisannya, seperti Iblis dan sebagainya.
  3. Kafir ‘Inad .Orang kafir ‘Inad ini, adalah mereka pada hati (pemikiran) dan lisannya (sebutannya) mengakui terhadap kebenaran Allah, TAPI tidak mahu mengamalkannya , mengikuti atau mengerjakannya seperti Abu Talib.
  4. Kafir Nifaq yaitu orang yang munafik. Yang mengakui diluarnya,pada lisannya saja terhadap adanya Allah dan Hukum Allah, bahkan suka mengerjakannya Perintah Allah, TAPI hatinya (pemikirannya) atau batinnya TIDAK mempercayainya.

Kafir digolongkan dalam beberapa tingkatan;
1.      Kafir Musta’man, yaitu orang kafir yang berada dalam wilayah Negara islam,dan mendapatkan jaminan keamanan dari pemerintah.
2.      Kafir Dzimi, yaitu orang kafir yang tunduk pada penguasa islam dan membayar jizyah [upeti].
3.      Kafir Muahad, yaitu orang kafir yang tinggal di Negara kafir, yang ada perjanjian damai dengan Negara islam.
4.      Kafir harbi, yaitu orang kafir yang memusuhi Islam.

Larangan memusuhi golongan Musta’man;
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (Qs. At Taubah: 6)
                        Dari ‘Ali bin Abi Thalib (ra), Rasulullah (saw) bersabda; “Dzimmah (jaminan keamanan) kaum muslimin itu satu, diusahakan oleh orang yang paling bawah (sekalipun)”. [HR. Bukhari dan Muslim]
Oleh karena itu, siapa saja yang diberikan jaminan keamanan dari seorang muslim maka haram atas muslim lainnya untuk mengganggunya sepanjang ia masih berada dalam jaminan keamanan.
Larangan memusuhi golongan Dzimi
            Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah (saw) bersabda, “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. “ [HR. An Nasa’i,]